@0811-6828737 Persetujuan Izin Radiologi dan Radioterapi
Sejarah dan perkembangan onkologi radiasi di Indonesia
Untuk menilai perkembangannya, dan untuk mendapatkan gambaran situasi saat ini, Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia secara rutin melakukan survei tahunan sejak tahun 2004 untuk menilai kondisi terkini sumber daya peralatan dan staf di semua pusat onkologi radiasi di tanah air. Berdasarkan survei rutin tersebut, masyarakat telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah tentang penyediaan akses layanan radioterapi yang lebih baik dan terjangkau bagi pasien kanker, Untuk info lanjut hub. kontak kami jasa urus izin radiologi dan radioterapi
Kuesioner dalam bentuk hard copy dan soft copy dibagikan setiap tahun kepada anggota Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia, dan semua 22 pusat (19 pada tahun 2004) menanggapi dengan mengirimkan kembali kuesioner yang telah diisi. Data yang diperoleh dibandingkan dengan hasil survei pertama tahun 2004.
Pada tahun 2008, terdapat 22 pusat radioterapi di Indonesia, 18 akselerator linier dan 17 unit kobalt. Ada 270 ahli onkologi radiasi, termasuk 41 ahli onkologi radiasi, 38 ahli fisika medis, 6 ahli dosimetri, 125 ahli teknologi terapi radiasi, dan 60 perawat. Selain itu, terdapat 17 residen dan trainee yang mengikuti program pelatihan Onkologi Radiasi.
Banyak kemajuan telah dicapai dalam periode empat tahun dari tahun 2004 hingga 2008. Indonesia telah melihat berdirinya 4 pusat baru, yang menunjukkan peningkatan 50% dalam jumlah unit perawatan yang tersedia, dan peningkatan 29% dalam jumlah sumber daya manusia. Pencapaian ini dimungkinkan karena lebih banyak perhatian diberikan pada masalah perawatan kanker di Indonesia, sukses besar berkat upaya advokasi dari Perhimpunan. Namun, masih banyak persoalan yang membutuhkan perhatian mendesak dari semua pemangku kepentingan.
PERKENALAN radiologi dan radioterpi
Sejarah Pelayanan Radioterapi di Indonesia
Sudah lebih dari 80 tahun sejak pengobatan radioterapi pertama kali dilakukan di Indonesia. Banyak yang telah dicapai dalam bidang yang berkembang pesat ini, salah satunya terlihat dari pendirian Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia pada bulan Juli 2000.
Sejarah onkologi radiasi di Indonesia sangat erat kaitannya dengan perkembangan pelayanan radiologi di tanah air. Diprakarsai pada tahun 1927 oleh B. Van der Plaats, seorang ahli radiologi berkebangsaan Belanda, untuk melengkapi pelayanan radiologi yang ada di Rumah Sakit Umum Pusat (sekarang Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo). Satu-satunya peralatan yang tersedia saat itu adalah unit terapi sinar-X konvensional, yang terutama digunakan untuk mengobati lesi kulit superfisial
Setelah kemerdekaan negara pada tahun 1945, Prof W.Z. Johannes, ahli radiologi Indonesia pertama, melanjutkan pengembangan layanan radioterapi di Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya, unit terapi sinar-X superfisial dan dalam tambahan dipasang di rumah sakit umum pusat untuk mengakomodasi meningkatnya kebutuhan layanan radioterapi di rumah sakit, dan beberapa dokter Indonesia dikirim ke lembaga asing untuk pelatihan radiologi dan radioterapi [1 ]. Di antara ahli onkologi radiasi awal tersebut adalah Prof. GA Siwabessy, yang menggantikan Prof W.Z. Johannes setelah kematiannya pada tahun 1952
Sebuah langkah serius menuju layanan radioterapi yang lebih baik dilakukan dengan pemasangan satu unit teleterapi Cobalt-60 pada tahun 1958. Unit teleterapi Cobalt awalnya ditempatkan beberapa kilometer dari rumah sakit, tetapi kemudian dipindahkan pada tahun 1969 ke fasilitas radioterapi yang baru dibangun di dalam rumah sakit. , bersama dengan unit teleterapi Cesium-137 yang dipasang pada tahun 1964 [1, 2]. Brakiterapi radium intracavitary telah dilakukan sejak tahun 1958 di Departemen Ginekologi, dan tetap di sana hingga tahun 1982, setelah itu dilakukan di instalasi radioterapi [2].
Sejak tahun 1960, beberapa pusat radioterapi didirikan di daerah lain di Indonesia. Pusat-pusat awal ini termasuk Surabaya, Jogjakarta, Semarang dan Bandung, dan sebagian besar dilengkapi dengan unit teleterapi kilovoltage dan cesium [2].
Pada periode 1980-1990, pemerintah Indonesia mendirikan pusat-pusat tambahan, terutama di luar pulau Jawa, untuk menyediakan akses radioterapi yang lebih baik bagi pasien kanker. Pusat-pusat ini dilengkapi dengan unit telecobalt [2]. Akselerator linier, simulator, dan sistem perencanaan perawatan pertama di negara ini dipasang di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo pada tahun 1982
Beberapa pusat radioterapi didirikan pada periode 1990-2000, di Rumah Sakit Kanker Dharmais (1993), Rumah Sakit Persahabatan (1996) dan di beberapa rumah sakit daerah lainnya.
Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia
Selama 70 tahun keberadaannya di Indonesia, onkologi radiasi diselenggarakan sebagai bagian dari disiplin ilmu radiologi. Pendirian Indonesian Radiation Oncology Society (IROS) pada Juli 2000 menjadi landasan bagi munculnya disiplin ilmu onkologi radiasi yang mandiri. silahkan hubungi kami untuk info lebih lanjut

Jasa urus izin Radiologi & Radioterapi